Setiap manusia pasti pernah merasakan yang namanya musibah, tentu rasanya tidak mengenakkan. Musibah dan bencana selalu menyisakan kesedihan dan kepedihan. Betapa tidak, sekian orang yang dicintai kini telah tiada. Harta benda musnah tidak tersisa. Berbagai agenda dan acara pun tertunda. Bahkan , segenap pikiran tercurah untuk meratapi diri. Tidak sedikit di antara mereka yang mengalami kesedihan berlarut-larut hingga menyebabkan stress. Tapi sebagai orang yang beriman, Allah swt. dalam Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita bagaimana menyikapi musibah yang datang menimpa, yakni kita membaca istirja’ sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an, “(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan :’Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS. Al-Baqarah : 156) Ber-istirja’ berarti mengungkapkan kalimat “’Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”, yang berarti kita berusaha mengembalikan kesadaran kita bahwa sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kepadanya kita semua akan kembali. Kita dulunya bukan siapa-siapa, lahir kedunia ini juga tidak membawa apa-apa. Kalaupun sekarang kita punya kehidupan, kesehatan keluarga, anak keturunan, jabatan, harta benda, rumah, mobil dan lain sebagainya. Itu semua Cuma titipan yang suatu saat nanti pasti akan diminta sama yang menitipkan. Bahkan diri kita sendiri, tubuh ini akan hancur dan nyawa kita akan kembali kepada Allah Swt. Jika semua yang kita milik adalah milik Allah Swt. berarti ketika kita kehilangan sesuatu atau Allah Swt. mengambil miliknya, maka hal itu dikatakan sebagai musibah yang menimpa kita, sekecil apapun ia. Jadi jangan dipahami bahwa musibah itu hanya berupa sakit dan kematian saja, sebagaimana umum dipahami masyarakat awam. Pengertian musibah mencakup segala hal yang tidak disukai yang menimpa manusia, dari hal yang paling kecil sampai hal yang besar. Sebagaiman sabda Rasulullah Saw. : “Apa yang menimpa seorang mukmin dari hal yang tidak disukainya, maka dinamakan musibah.” (HR. Thabrani). “Hendaklah salah seorang dari kalian beristirja’ dalam segala sesuatu, hingga tali sandalnya (yang putus), karena sesungguhnya ia termasuk musibah.” (HR. Ibnu Suni) Dari hadits tersebut maka ucapan istirja’ bukan hanya berlaku untuk peeristiwa kematian saja, tetapi segala musibah yang menimpa kita, mulai yang terkecil sampai musibah yang terbesar. Bagi orang yang ditimpa musibah lalu membaca istirja’ akan dikaruniai keistimewaan antara lain, 1. Orang yang membaca istirja’ akan terhibur, dan musibah yang menimpanya akan menjadi terasa ringan. Demikian itu karena orang yang membaca istirja’ dapat menyadari dan mengakui dengan setulusnya bahwa dirinya, jiwanya, keluarganya, hartanya, anaknya serta semuanya adalah milik Allah Swt. semata. Allah Swt. telah menjadikan itu semua sebagai barang titipan yang ada pada kita. Jadi jika Allah Swt. mengambilnya, maka sama seperti seseorang yang mengambil barang yang dipinjam oleh peminjam. 2. Orang yang membaca istirja’ akan dikaruniai kesabaran terhadap apa yang menimpanya. Dengan membaca istirja’ saat ditimpa musibah, hati kita akan terdorong untuk sabar dan ikhlas menerima apa yang terjadi. Sebab istirja’ yang kita baca akan mengingatkan kita bahwa segala apa yang kita miliki adalah hak mutlak milik Allah Swt. Lalu mengapa kita harus marah jika barang miliknya diambil oleh-Nya. Mengapa kita tidak rela jika yang terjadi adalah atas kehendak mutlak-Nya. Bila pun kita marah dan kecewa, itu tidak akan mampu mengubah keadaan yang telah terjadi. Dan bilapun kita tidak rela, itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Bahkan kemarahan dan ketidak relaan kita justru akan mengundang kemurkaan Allah Swt dan hukumNya. Maka dengat mengingat hal ini, kita akan termotivasi untuk sabar dan ikhlas menerima musibah tersebut. 3. Orang yang membaca istirja’ akan mendapatkan kedudukan yang tinggi dan pahala yang besar. Firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an, “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunujuk.” (QS. Al-Baqarah : 157) Sabda Rasulullah Saw., “Apabila seorang anak hamba meninggal, maka Allah ta’ala berfirman kepada malaikat, ‘kalian telah mencabut nyawa hambaku?’ mereka menjawab, “Ya’. Allah berfirman, ‘Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?’ Mereka menjawab, ‘Ya’ Allah berfirman, ‘Apa yang dikatakan hambaKu?’ Mereka menjawab, ‘Ia memuji Mu dan ber-istirja’ kepada-Mu.’ Maka Allah berfirman, ‘Bangunlah untuk hambaku sebuah rumah di surga, dan namailah ia baitul hamd ( rumah pujian)’.” (HR. Ahmad, Tirmdzi, dan Baihaqi) Demikianlah sahabat bacaan madani pembahasan tentang musibah dan kalimat istirja’. Dan tentunya janji pahala yang besar ini akan didapatkan oleh mereka yang sanggup membaca istirja’ dengan sepenuh hati sehingga bisa menimbulkan kesabaran dan kerelaan. Semoga kita termasuk orang yang sabar dan ikhlas apabila ditimpa musibah. Aamiin.[bacaanmadani.com]
Inilah Keistimewaan Menghadapi Masalah Dengan Ucapan Istirja
Setiap manusia pasti pernah merasakan yang namanya musibah, tentu rasanya tidak mengenakkan. Musibah dan bencana selalu menyisakan kesedihan dan kepedihan. Betapa tidak, sekian orang yang dicintai kini telah tiada. Harta benda musnah tidak tersisa. Berbagai agenda dan acara pun tertunda. Bahkan , segenap pikiran tercurah untuk meratapi diri. Tidak sedikit di antara mereka yang mengalami kesedihan berlarut-larut hingga menyebabkan stress. Tapi sebagai orang yang beriman, Allah swt. dalam Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita bagaimana menyikapi musibah yang datang menimpa, yakni kita membaca istirja’ sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an, “(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan :’Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS. Al-Baqarah : 156) Ber-istirja’ berarti mengungkapkan kalimat “’Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”, yang berarti kita berusaha mengembalikan kesadaran kita bahwa sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kepadanya kita semua akan kembali. Kita dulunya bukan siapa-siapa, lahir kedunia ini juga tidak membawa apa-apa. Kalaupun sekarang kita punya kehidupan, kesehatan keluarga, anak keturunan, jabatan, harta benda, rumah, mobil dan lain sebagainya. Itu semua Cuma titipan yang suatu saat nanti pasti akan diminta sama yang menitipkan. Bahkan diri kita sendiri, tubuh ini akan hancur dan nyawa kita akan kembali kepada Allah Swt. Jika semua yang kita milik adalah milik Allah Swt. berarti ketika kita kehilangan sesuatu atau Allah Swt. mengambil miliknya, maka hal itu dikatakan sebagai musibah yang menimpa kita, sekecil apapun ia. Jadi jangan dipahami bahwa musibah itu hanya berupa sakit dan kematian saja, sebagaimana umum dipahami masyarakat awam. Pengertian musibah mencakup segala hal yang tidak disukai yang menimpa manusia, dari hal yang paling kecil sampai hal yang besar. Sebagaiman sabda Rasulullah Saw. : “Apa yang menimpa seorang mukmin dari hal yang tidak disukainya, maka dinamakan musibah.” (HR. Thabrani). “Hendaklah salah seorang dari kalian beristirja’ dalam segala sesuatu, hingga tali sandalnya (yang putus), karena sesungguhnya ia termasuk musibah.” (HR. Ibnu Suni) Dari hadits tersebut maka ucapan istirja’ bukan hanya berlaku untuk peeristiwa kematian saja, tetapi segala musibah yang menimpa kita, mulai yang terkecil sampai musibah yang terbesar. Bagi orang yang ditimpa musibah lalu membaca istirja’ akan dikaruniai keistimewaan antara lain, 1. Orang yang membaca istirja’ akan terhibur, dan musibah yang menimpanya akan menjadi terasa ringan. Demikian itu karena orang yang membaca istirja’ dapat menyadari dan mengakui dengan setulusnya bahwa dirinya, jiwanya, keluarganya, hartanya, anaknya serta semuanya adalah milik Allah Swt. semata. Allah Swt. telah menjadikan itu semua sebagai barang titipan yang ada pada kita. Jadi jika Allah Swt. mengambilnya, maka sama seperti seseorang yang mengambil barang yang dipinjam oleh peminjam. 2. Orang yang membaca istirja’ akan dikaruniai kesabaran terhadap apa yang menimpanya. Dengan membaca istirja’ saat ditimpa musibah, hati kita akan terdorong untuk sabar dan ikhlas menerima apa yang terjadi. Sebab istirja’ yang kita baca akan mengingatkan kita bahwa segala apa yang kita miliki adalah hak mutlak milik Allah Swt. Lalu mengapa kita harus marah jika barang miliknya diambil oleh-Nya. Mengapa kita tidak rela jika yang terjadi adalah atas kehendak mutlak-Nya. Bila pun kita marah dan kecewa, itu tidak akan mampu mengubah keadaan yang telah terjadi. Dan bilapun kita tidak rela, itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Bahkan kemarahan dan ketidak relaan kita justru akan mengundang kemurkaan Allah Swt dan hukumNya. Maka dengat mengingat hal ini, kita akan termotivasi untuk sabar dan ikhlas menerima musibah tersebut. 3. Orang yang membaca istirja’ akan mendapatkan kedudukan yang tinggi dan pahala yang besar. Firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an, “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunujuk.” (QS. Al-Baqarah : 157) Sabda Rasulullah Saw., “Apabila seorang anak hamba meninggal, maka Allah ta’ala berfirman kepada malaikat, ‘kalian telah mencabut nyawa hambaku?’ mereka menjawab, “Ya’. Allah berfirman, ‘Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?’ Mereka menjawab, ‘Ya’ Allah berfirman, ‘Apa yang dikatakan hambaKu?’ Mereka menjawab, ‘Ia memuji Mu dan ber-istirja’ kepada-Mu.’ Maka Allah berfirman, ‘Bangunlah untuk hambaku sebuah rumah di surga, dan namailah ia baitul hamd ( rumah pujian)’.” (HR. Ahmad, Tirmdzi, dan Baihaqi) Demikianlah sahabat bacaan madani pembahasan tentang musibah dan kalimat istirja’. Dan tentunya janji pahala yang besar ini akan didapatkan oleh mereka yang sanggup membaca istirja’ dengan sepenuh hati sehingga bisa menimbulkan kesabaran dan kerelaan. Semoga kita termasuk orang yang sabar dan ikhlas apabila ditimpa musibah. Aamiin.[bacaanmadani.com]